Di dalam tubuh manusia dan hewan pada umumnya terdapat dua jenis sel, yaitu sel somatik (tubuh) dan sel seksual (sperma dan sel telur). Dalam perkembangannya, ada lebih dari 200 jenis sel manusia yang berbeda, misalnya sel saraf, kulit, darah, ginjal, hati, otot jantung, usus, hingga tulang. Setiap jenis sel pada tubuh manusia ini dapat dirunut balik dari sel telur yang difertilisasi oleh sel sperma membentuk morula dan dalam lima hari menjadi blastokista, yang kemudian membentuk sekumpulan sel punca.
Selain sel-sel punca embrionik, ada sel-sel punca dewasa yang ditemukan di jaringan otak, mata, darah, hati, sumsum tulang, otot, dan kulit. Jadi definisi awam untuk sel punca adalah sebuah sel tunggal yang dapat bereplikasi sendiri menjadi sel serupa atau berdiferensiasi menjadi aneka jenis sel yang sama sekali berbeda (pluripoten).
Karena sifat-sifatnya inilah maka sel punca diyakini dapat digunakan untuk meregenasi sel-sel di tubuh manusia yang rusak. Misalnya memperbaiki bagian jaringan jantung yang mati pada pasien serangan jantung, atau menumbuhkan jaringan otak/ saraf dan pembuluh darah baru pada pasien stroke sehingga yang tadinya lumpuh dapat berjalan lagi. Diyakini pula sel punca dapat meregenerasi organ ginjal yang rusak, mengganti kulit pada pasien luka bakar, menyembuhkan pasien diabetes dan komplikasinya, Parkinson dan Alzheimer, arthritis, cedera tulang belakang, dan masih banyak lagi ”mukjizat” kesembuhan lainnya.
Tepat seabad yang lalu, tahun 1908, istilah ”stem cell” pertama kali diusulkan oleh histolog Russia, Alexander Maksimov, pada kongres hematologi di Berlin. Ia mempostulatkan adanya sel induk yang membentuk sel-sel darah (haematopoietic stem cells). Tahun 1978, terbukti teori ini betul dengan ditemukannya sel-sel punca di darah sumsum tulang belakang manusia.
Perkembangan riset sel punca melaju cepat dalam 10 tahun terakhir. Tahun 1998, James Thomson berhasil membiakkan untuk pertama kali sel-sel punca embrionik manusia di Universitas Wisconsin-Madison. Oktober 2007, Mario Capecchi, Martin Evans, dan Oliver Smithies memperoleh Hadiah Nobel Kedokteran untuk riset mereka mengubah gen-gen tertentu pada mencit menggunakan sel punca embrionik hewan ini.
Bagaimana dengan perkembangan riset dan terapi sel punca di Indonesia? Di tengah minimnya prestasi bangsa dan waswasnya masyarakat terhadap berita krisis finansial global yang kini mulai menjalar di negeri ini, riset dan terapi sel punca justru dapat menjadi salah satu oase. Dokter-dokter ahli penyakit dalam di FKUI/RSCM dan Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta telah melakukan terapi sel punca terhadap belasan pasien serangan jantung akut dengan hasil memuaskan.
Masih ada lagi belasan pasien jantung no hope, yang walaupun sudah menjalani operasi by-pass dan angioplasti dengan pemasangan stent tetapi tetap saja mengalami sumbatan ulang, kini sedang menunggu terapi sel punca. Kerusakan jantung mereka telah dipetakan.
Jika ini berhasil, Indonesia akan terdepan dalam terapi sel punca di Asia Pasifik. Semoga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar